Beranda » Seni & Budaya » Film » American Splendor

Hibrida Fiksi dan Dokumenter

American Splendor

Oleh Moh. Syafari Firdaus
1 komentar 520 dilihat 6 menit membaca
poster American Splendor

Film yang diadaptasi dari komik, tentulah bukan barang baru. Sederet panjang daftar film semacam ini akan bisa dengan cukup mudah kita temukan.

Komik yang produksi DC dan Marvel―terutama yang mengisahkan petualangan tokoh-tokoh supehero ―menjadi penyumbang terbesar untuk kategori film semacam ini. Sekadar untuk menyebut beberapa film komik yang cukup populer: Superman, Batman, (komik produksi DC); Spiderman, X-Men, Hulk, Blade, Fantastic Four, Ghost Rider (komik produksi Marvel). Film-film tersebut tidak sedikit yang mencatatkan box office. Untuk kategori film komik, Spiderman (Sam Raimi, 2002), sampai saat ini masih memegang catatan rekor box office tertinggi: meraup keuntungan lebih dari $ 820 juta US (Spiderman 2 memperoleh sekitar $ 780 juta US). Maka, tidaklah mengherankan jika film-film itu terus saja dibuat sequelnya[1]. 

Memang tidak hanya komik-komik superhero yang kemudian diadaptasi menjadi film. Dick Tracy (Warren Beaty, 1990; diadaptasi dari komik strip karya Chester Gould), Road to Predition (Sam Mendes, 2002; diadaptasi dari novel grafis karya Max Allan Collins dan Richard Piers Rayner), dan Sin City (Frank Miller, Robert Rodriguez, Quentin Tarantino, 2005; diadaptasi dari novel grafis karya Frank Miller), adalah beberapa film yang cukup mengesankan, hasil adaptasi dari komik di luar mainstream komik-komik superhero. Di Indonesia, komik silat Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes TH, Panji Tengkorak karya Hans Jaladara, dan  Jaka Sembung karya Djair pernah pula diadaptasi menjadi film.

Ada kecenderungan, motif mengadaptasi komik menjadi film semata-mata hanya untuk memanfaatkan (peluang) audiens yang sebelumnya sudah terbentuk. Para sineasnya pun (dalam hal ini, para sineas Amerika) cenderung tetap mempertahankan komik sebagaimana aslinya. Sejumlah kalangan bahkan beranggapan, sebagian besar sineas Amerika tidak memiliki respektivitas terhadap komik yang difilmkannya. Hal inilah yang dipandang sebagai penyebab film-film komik banyak yang memprihatinkan[2].

Halnya dengan film Americam Splendor (2003), film yang disutradarai Shari Springer Berman dan Robert Pulcini ini dinilai sebagai film yang cukup cerdas dalam konteks film yang diadaptasi dari komik. Berman dan Pulcini mencoba untuk memfilmkan komik yang ditulis oleh Harvey Pekar dengan cara hibrid, fiksi dan dokumenter: menggabungkan film “biopic” (menghadirkan Paul Giamatti yang memerankan Harvey Pekar) dan kehidupan nyata Harvey Pekar, sang penulis komik dan sekaligus juga tokoh dalam komik tersebut. Elemen animasi pun disisipkan di beberapa bagian.

Pilihan cara bertutur hibrid ini menjadi cukup relevan, terutama jika melihat bagaimana konteks isi komik American Splendor. Sebagai komik, American Splendor adalah “komik autobiografis” yang ceritanya diangkat dari kehidupan sehari-hari Harvey Pekar, seorang tukang arsip yang bekerja di Rumah Sakit Cleaveland, Ohio. Pekar mulai membuat American Splendor tahun 1976, di tengah-tengah popularitas komik-komik bergenre fantasy-adventure-hero. Lewat komiknya ini, Pekar mencoba untuk berbagi dengan pembacanya ihwal kehidupan sehari-harinya secara detil, mulai dari konflik-konflik kecil (seperti bagaimana cara memberi makan kucing atau pertemuan dengan seorang teman sekolah yang selama 20 tahun tidak bertemu) sampai pada persoalan-persoalan pelik seperti perceraian dan kanker).

Selain menerbitkan dan mendistribusikan komiknya secara indie, di dalam pembuatan komik-komiknya itu pun Pekar bekerja sama dengan sejumlah komikus underground seperti Robert Crumb[3], Frank Stack, Joe Zabel, and Gary Dumm. Keyakinan Pekar bahwa kehidupan sehari-hari bisa menjadi cerita yang menarik untuk dituangkan dalam komik, cukup terbukti dengan American Splendor-nya ini yang ternyata bisa populer dan digemari. Ada yang menyebut, Pekar bukanlah penulis pertama yang membuat komik autobiografis, namun American Splendor yang dibuatnya itu merupakan komik pertama dalam genrenya yang mendapatkan pengakuan secara luas dan dipandang sebagai salah satu karya penting dalam khazanah komik.

Hibrida fiksi dan dokumenter dalam film ini terasa benar dengan adanya sejumlah scene yang menghadirkan wawancara dengan Harvey Pekar dan Joyce Brabner. Pada beberapa bagian, Pekar pun menjadi narator dan mengomentari ihwal kehidupannya di saat film itu berlangsung. Penggabungan yang terbilang “ekstrim” muncul pada scene Harvey Pekar ‘Giammati’ dan Toby Radloff ‘Fredlander’ berjalan memasuki ruangan setelah ada voice off-screen “Cut!”; sementara di ruangan itu telah ada Pekar asli dan Toby asli yang sedang berdiri dan bercakap-cakap. Boleh jadi, pilihan cara bertutur Berman dan Pulcini banyak dipengaruhi oleh latar belakang mereka sebagai pembuat film dokumenter.

Di samping mendapatkan berbagai pujian, cara bertutur Berman dan Pulcini dalam film American Splendor ini dinilai oleh sejumlah kritikus terlalu berlebihan: tidak jelas dan kehilangan fokus. Bahkan, untuk scene penggabungan yang “ekstrim” itu, keberadaannya justru dinilai “mengganggu”. Selain itu, Berman dan Pulcini pun menunjukkan ketidakkonsistenan dalam scene show terakhir dengan David Letterman: show-show sebelumnya ditampilkan footage asli, sedangkan di show terakhir itu yang ditampilkannya hasil reka ulang. Secara filmis, scene itu pun diambil dengan cara yang buruk pula.

Akan tetapi, film American Splendor ini secara keseluruhan “cukup unik” dan memberi tawaran bentuk pengucapan yang menarik. Berman dan Pulcini pun mampu memadukan humor yang mengena dan sekaligus juga menyentuh dalam film mereka ini.

²²²


·) Catatan kecil ini ditulis untuk bahan diskusi film American Splendor di Potluck Café, 23 April 2007.

[1]Superman, sampai saat ini (setidaknya) telah dibuat 5 sekuel (sekuel ke-6, Superman: The Man of Steel, sedang dalam proses produksi); Batman, 6 sekuel; Blade, 3 sekuel; X-Men, 3 sekuel (sekuel ke-4 dalam proses produksi); Fantastic Four, sekuel keduanya (Fantastic Four: Rise of the Silver Surfer) rencana akan dirilis tahun 2007 ini; Ghost Rider 2, masih dalam proses produksi; Spiderman, 3 sekuel. Spiderman 3 (yang akan rilis bulan Mei 2007, masih disutradarai Sam Raimi), disebut-sebut sebagai film berbiaya produksi termahal, menghabiskan biaya $ 258 juta US; menjadi film termahal ketiga setelah War and Peace (Sergei Bondarchuk, 1968) dan Cleopatra (Joseph L. Mankiewicz, 1963), yang jika disesuaikan (dihitung inflasi) dengan nilai dollar US sekarang masing-masing ditaksir berbiaya $ 560 juta US dan $ 286 juta US. Titanic (James Cameron, 1997) sampai saat ini masih memegang rekor box office tertinggi, meraup untung lebih dari $ 1,8 miliar US atau sekitar Rp 17 triliun (wow!).

[2] Boleh jadi, hal ini disebabkan karena komik di Amerika pada umumnya ditujukan untuk anak-anak. Berbeda halnya seperti di Jepang atau Perancis, komik dihargai sebagai bagian dari karya seni; dan sebagian besar ditujukan untuk kalangan dewasa. Kemungkinan lain, karena ada tarik menarik kepentingan: di satu sisi ingin tetap mempertahankan komik sebagaimana aslinya, di sisi lain mereka pun harus melebarkan segmentasi audiensnya agar film tidak hanya ditujukan sebagai tontonan anak-anak.

[3] Robert Crumb merupakan salah seorang pelopor gerakan komik underground dan dipandang sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia komik Amerika Serikat. Crumb menjadi ilustrator American Splendor hanya untuk beberapa topik cerita; seterusnya Crumb berhenti tanpa pernah menyinggung apa yang menjadi alasannya. Kehidupan Robert Crumb dibuat film dokumenternya oleh Terry Zwigoff, Crumb (1994). Konon, di film dokumenter Crumb itu sama sekali tidak disinggung perihal Harvey Pekar dan American Splendor-nya.

Mungkin Anda akan Tertarik

1 komentar

oddworld 18 September 2007 - 02:51

Salah satu tulisan menarik tentang film Pekar dan karyanya yang pernah saya baca.
Filmnya sendiri memang sangat menarik dan meski bercerita tentang Pekar dan berbagai masalahnya, kita bisa tetap tersenyum.
Mungkin sedikit mirip sama film oom Pasikom dulu 🙂

Balas

Tinggalkan komentar

-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00